Indonesia memiliki berbagai produk khas yang mencerminkan kualitas dan kekhasan budaya lokal. Salah satu produk Indonesia yang khas dan juga merupakan komoditas ekspor penting adalah kopi. Dengan penggunaan Indikasi Geografis dalam upaya promosi Kopi Indonesia, maka keaslian, kualitas, dan premium harga kopi Indonesia di pasar dunia dapat dipertahankan.
Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Tanda yang digunakan sebagai Indikasi Geografis dapat berupa etiket atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat berupa nama tempat, daerah, atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.
Penggunaan sertifikasi Indikasi Geografis pada produk khas suatu wilayah sangat menguntungkan baik bagi produsen (masyarakat lokal yang mengembangkan produk tersebut dari budayanya) maupun bagi konsumen (masyarakat luas dapat merasa aman membeli produk asli dan berkualitas, serta tidak disesatkan).
Kopi Indonesia adalah sebuah gerakan untuk menyatukan seluruh pelaku bisnis kopi, penikmat kopi, hingga petani kopi di tanah Indonesia yang menghasilkan beragam kopi-kopi terbaik, kopi telah menjadi bagian hidup setiap hari dan menciptakan filosofi budaya yang berbeda-beda.
Kopi Indonesia ingin menyatukannya ke dalam satu jiwa, dengan satu bahasa yang sama yaitu kata “kopi” itu sendiri, dengan satu semangat untuk menjadikan kata “kopi” sebagai identitas kopi asli Indonesia.
Berdasarkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian, konsumsi kopi nasional pada tahun 2016 mencapai sekitar 250 ribu ton dan tumbuh 10,54% menjadi 276 ribu ton. Konsumsi kopi Indonesia sepanjang periode 2016-2021 diprediksi tumbuh rata-rata 8,22% per tahun. Pada 2021, pasokan kopi diprediksi mencapai 795 ribu ton dengan konsumsi 370 ribu ton, sehingga terjadi surplus 425 ribu ton.